Semarang, NU Online
Perguruan Tinggi Islam sudah saatnya mengambil sikap yang tegas terhadap kelompok-kelompok yang mengembangkan paham Islam radikal terutama yang terkait dengan kelompok Negara Islam Indonesia (NII). Radikalisme yang ada di kampus semacam IAIN/UIN lebih banyak dipengaruhi oleh ajakan kelompok yang tidak paham Islam secara utuh.

“Saatnya IAIN membersihkan diri dari ideologi NII,” kata Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang Rembang KH Maimun Zubair sebagai keynote speaker seminar nasional “Pendidikan Islam dan Radikalisme” di Aula I oleh Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, Kamis (12/5).

Islam tidak pernah mengajarkan kepada umatnya untuk membenci orang lain. Apalagi melakukan bom bunuh diri di masjid. Itu sama sekali tidak benar. Paham radikal yang  muncul itu akan merusak citra Islam di Indonesia.

“Indonesia sudah pas menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, tidak perlu jadi negara Islam” tambah kiai kharismatik ini. "Yang penting keislaman itu diterapkan dalam tata kehidupan sehari-hari dan mau hidup berdampingan dengan masyarakat luas,” tambah KH maimun Zubair dalam seminar yang diadakan dalam rangka Dies Natalis ke-41 IAIN Walisongo ini.

Menanggapi maraknya rekrutmen para mahasiswa dalam lingkaran NII, Nasir Abbas, mantan mujahid Afghanistan menyatakan kurang sependapat. “Mahasiswa yang masuk NII adalah mahasiswa yang kurang cerdas,” tegasnya.

Jika mereka mau masuk NII pasti karena paham radikalnya sangat berlebihan dan belum memiliki Islam yang kuat. “Semua warga besar IAIN harus dijauhkan dari paham yang salah” ujarnya dalam acara Dies Natalis ke41 ini.

Agar terhindar dari paham radikal ini, Nasir menyatakan ada dua hal yang perlu dimiliki seseorang. “Pertama mahasiswa harus punya perasaan hati” imbuhnya. Seseorang harus selalu bertanya kepada dirinya sendiri, mengapa harus tega membunuh? Mengapa harus percaya kepada orang yang merasa paling benar dan menganggap orang lain salah? Mengapa dan mengapa. Dengan pertanyaan itu otomatis dia akan sadar dan keluar dari paham radikal yang merusak tatanan agama Islam.

Hal kedua adalah perlunya respon diri  dengan sikap kritis. Sikap kritis kepada orang yang mengajak bicara atau memberikan banyak pertanyaan kepada orang yang menjadi lawan bicara akan menjadikan si calon ini disqualifide atau tidak sesuai dilanjutkan untuk direkrut. Dengan demikian secara tidak langsung akan selamat dari menjadi calon berikutnya.

“Mereka juga perlu berbagi cerita (sharing). Dalam proses rekrutment, para personil yang didekati itu dipengaruhi agar tidak menceritakan kepada orang lain tentang hal yang dia dengar atau yakini, karena khawatir akan terbongkar dan menjadi penghalang perjuangan. Maka jika seseorang memiliki sikap suka berbagi cerita kepada orang tuanya, guru dan teman-temannya maka ada kemungkinan dia akan mendapatkan penjelasan berbeda atau bisa menjadi penjelasan perbandingan. Dengan demikian semoga menjadi selamat tidak berlanjut kepada proses rekrut selanjutnya,” tambahnya.

Senada dengan itu, Prof Abdurrahman Mas’ud, Kapuslitbang Kehidupan Keagamaan Kemenag RI menyatakan bahwa ideologi radikal itu punya titik kelemahan. Kelemahan paling mendasar adalah mengenai sikap tertutup. ”Jika orang Islam tertutup, maka akan dijauhi orang,” tegasnya.

Untuk itu perlu sekali menunjukkan Islam yang ramah dan memberikan pendidikan humanis. Pola pendidikan yang mengajarkan saling menghormati dan menunjukkan Islam dengan murah senyum. ”IAIN harus bangkit dalam mewujudkan Islam toleran dan sudah saatnya radikalisme yang merusak citra Islam dihilangkan,” tegasnya.

Redaktur: A. Khoirul Anam
Kontributor: M. Rikza Chamami


Sumber: http://www.nu.or.id/page/id/dinamic_detil/1/32150/Warta/KH_Maimun_Zubair__Bersihkan_IAIN_dari_Ideologi_NII.html

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer